Pendidikan Islam

Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan sebagai padanan makna tarbiyah (Arab) secara bahasa mempunyai asal makna tumbuh (nama), berkembang (nasya’a ), dan memperbaiki (ashlaḥa) (Suwaid, 1990:13). Secara istilah menurut Raghib Al-Isfahani tarbiyah adalah mengembangkan sesuatu setahap demi setahap sampai tercapai kesempurnaan. Dan menurut Najar, tarbiyah berarti menumbuh kembangkan potensi individu sedikit demi sedikit dengan latihan – latihan sampai potensi individu tersebut dapat mencapai kesempurnaan (Najar, 2011: 43). Syed Ali Ashraf memahami pendidikan Islam adalah sebagai proses upaya menghasilkan manusia integratif, yang memiliki sifat kritis, kreatif, dinamis, inofatif, progresif, adil, dan jujur (Sutrisno, 2011: 5-6 ).

Landasar Pemikiran Pendidikan Islam
Konsep Manusia
  Manusia adalah makhluk Allah Swt. yang termulia dari makhluk ciptaan-Nya yang lain (Q.S. Al-Isra’, 17: 7), dan karena itu maka Allah Swt. telah menundukkan semua apa yang ada dibumi dan langit untuk digunakan oleh manusia. Konsekuensi dari hal ini, maka manusia dipersiapkan menjadi khalifah (Q.S. Al-Baqarah, 2: 30) yang secara kodratnya dapat dididik (Q.S. Al-Baqarah, 2: 31).
  Para pemikir pendidikan Islam mengklasifikasi substansi manusia menjadi dua bagian. Bagian yang pertama adalah mady (badan) dan ghairu mady (akal, jiwa, dan hati), atau manusia terdiri dari jasad dan ruh (Mursi, 1977). Kedua unsur ini adalah fitrah manusia yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan kehidupan. Kedua unsur tersebut tidak dipahami secara terpisah, melainkan keduanya saling menyempurnakan, keduanya adalah dua unsur yang menyatu. Inilah tabiat dasar manusia.
  Manusia juga memiliki unsur psikologis berupa ruh, qalb, ‘aql, dan nafs. Unsur ini terbentuk dari aspek yang sangat tinggi, yakni dari Dzat Allah Swt. Ruh lebih dekat dengan kehidupan yang kekal dan tidak terlihat oleh indra manusia (Q.S. Al-Isra’, 17: 85), sedang akal adalah merupakan kekuatan indra sebagai dasar pertimbangan tanggung jawab pada perbuatannya (Q.S. Al-Mulk, 67: 10). Jiwa adalah merupakan kekuatan untuk berkehendak yang dapat mengarah pada kebaikan maupun keburukan (mutmainnah, lawwamah, dan imara bi as-syu’), dan hati adalah kekuatan ruhiyah (Ainain, 1980: 99-102).

Konsep Ilmu Pengetahuan
  Islam memandang baik ilmu (sains) maupun pengetahuan (knowledge), keduanya bersumber dari Allah Swt. Dialah yang mengajarkan pada manusia ilmu pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah, 2: 32), dan Dialah yang menurunkan wahyu dan menyediakan alam semesta sebagai sumber Ilmu. Baik ayat qauliah maupun ayat kauniah semuanya kembali pada kesatuan ilmu, yakni ilmu yang bersumber dari ilmu Allah Swt. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak ada dikotomi ilmu yang tauqifiyah (ilmu yang didapat melalui pengajaran Allah Swt. secara langsung) dengan ilmu yang muktasabah (ilmu yang diperoleh dari Allah Swt. secara tidak langsung, melalui prosedur pengusahaan).

Tujuan Pendidikan Islam
Muhammad Iqbal (Sutrisno, 2011: 6), menekankan agar pendidikan Islam dapat membentuk manusia yang sempurna/ insan kaamil yang memiliki karakteristik:
Penaka (meneladani/ seakan-akan sifat-sifat) Tuhan
Dapat menjadi khalifah Allah Swt. di bumi.
  Fazlurrahman merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah: Mengembangkan sedemikian rupa , sehinga pengetahuan yang diperolehnya bisa menjadi dasar keseluruhan pribadi yang kreatif, dapat memanfaatkan sumber alam untuk kerahmatan ummat, serta dapat menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia
Tujuan pendidikan menurut Ainain (1980: 150–153) tidak dibenarkan keluar dari tiga pilar berikut:
Pilar ruhiyah/ spiritual
Pilar ini berkaitan dengan menyadari eksistensi Allah Swt., sebagai sesuatu yang sangat agung dan tinggi. Pilar ini akan dapat tertanam melalui kualitas keimanan yang harus ditanamkan dalam jiwa anak. Keimanan yang bukan pengetahuan formal, melainkan keimanan yang mampu menghiasi hatinya sehingga tumbuh kesadaran cinta, tunduk dan pasrah pada Allah dan selanjutnya cinta kebenaran dan membenci semua amal yang dilarang oleh-Nya. Pilar inilah yang akan menjadi pondasi menumbuhkan pilar Islam dalam kehidupan manusia.
Pilar ubudiyah
Pilar ini merupakan perwujudan sikap manusia yang kedua, yakni ketika manusia dalam semua keadaan hidup pribadi dan keluarga, dalam memelihara kebaikan diri dan lingkungan, dalam pergaulan dengan dirinya dan manusia lain senantiasa berpegang pada prinsip hukum tertinggi yang dibuat oleh Allah swt. Pilar ini yang akan mengantarkan manusia dalam menegakkan kebutuhan diri dan sosial senantiasa mengikuti petunjuk Alquran sebagai perwujudan kepatuhan dan peribadatan pada Allah Swt

Pilar pribadi
Pilar pribadi ini berkaitan dengan bagaimana agar pendidikan mampu mengoptimalkan pembinaan dan pengembangan potensi manusiawi secara total, baik akal, akhlak, jiwa, fisik, keindahan, dan kemampuan sosial.

Pinsip Pengembangan Pendidikan Islam
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam mengembangkan model pendidikan yang mencerahkan adalah:
Tarbiyah syamilah takamuliah
  Yakni agar pendidikan diarahkan pada pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan tidak hanya memperhatikan salah satu aspek potensi manusiawi saja, melainkan harus mencakup/ meliputi semua aspek potensisil yang dimiliki manusia secara utuh (jismun, nafsun, aqlun, qolbun, dan ruhun). Di samping pendidikan harus utuh, juga harus saling menyempurnakan.

Tarbiyah mutawazzinah
  Yakni agar pendidikan diarahkan pada pendidikan yang berkeseimbangan. Pendidikan hendaknya mampu menciptakan kepribadian dan sikap yang berkeseimbangan antara orientasi tugas/ kebutuhan hidup keduniaan dan orientasi/ tugas kehidupan keakhiratan. Pendidikan diarahkan pada keutuhan hidup dan keutuhan kebahagiaan hidup secara hakiki dan faktual. Dengan demikian, pendidikan tidak dibenarkan hanya berorientasi Konsep Pendidikan Islam 205 kerja dan kemajuan duniawi semata dengan mengabaikan orientasi keakhiratan.


Tarbiyah sulukiyah wa ‘amaliah
Yakni pendidikan yang diarahkan pada pembentukan kepribadian yang fungsional. Pendidikan tidak hanya mendidik umat yang pandai berbicara dan pandai berargumentasi, melainkan hendaknya justru digunakan untuk melatih anak didik memiliki integritas kepribadian, yang diwujudkan dalam perbuatan nyata dalam keseharian. Pendidikan yang demikian berarti di samping mengajarkan konsep juga menanamkan konsep dalam tingkah laku dan keterampilan hidup (life skill).

Tarbiyah fardiyah ijtima’iyah
Yakni pendidikan diarahkan untuk membentuk individu dan sosial kemasyarakatan. Pendidikan yang ideal adalah mampu membentuk keutamaan individu agar tercipta masyarakat yang ideal yang individu sebagai unsur pembentuknya. Sebaliknya pendidikan juga bekerja sama dengan masyarakat agar masyarakat dapat menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan individu menacapai keitamaan kemampuan individualnya. Meminjam istilah Dewey pendidikan harus dapat menjadi miniatur kehidupan masyarakat yang tersteril dari unsur negatif kehirdupan sosial.

Tarbiyah dlamir al-Insan
Yakni pendidikan harus diarahkan sebagai lembaga yang mampu mendidik hati manusia. Prinsip ini sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki hati, dan hati dididik agar manusia bukan hanya kemampuan intelektual dan keterampilan yang dibangun tetapi juga terbangun kepekaan hatinya. Kecerdasan hati dididik agar manusia senantiasa dapat berintrospeksi kedekatan dengan Allah swt. dan mengarahkan kepekaan terhadap kebijaksanaan perilaku.

Tarbiyah fitriah ghariziah
Yakni agar model pendidikan dapat mengerahkan anak didiknya untuk senantiasa sejalan dengan citra dirinya yang bertauhid dan mengarahkan pada 206 Dinul Islam kemampuan untuk memenuhi kebutuhan insaniahnya dengan secara terkendali.



Tarbiyah ila al-khair
 Yakni agar model l pendidikan diarahkan pada tujuan ahir kebaikan. Konsep ini berpangkal pada fungsi diciptaknnya, manusia sebagai rahmatan lil’alamin. Pendidikan hedaknya mampu mengantarkan anak didiknya pada kehidupan yang penuh makna bagi diri, sosial dan alam semesta, guna tercapainya kebahagiaan kehidupan. Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu, melanikan harus dibawa untuk memberikan kebermaknaan hidup menciptakan kerahmatan alam semesta.

Tarbiyah mustamirah
Yakni agar model pendidikan diarahkan pada model yang mampu menyediakan pembelajaran secara terus berkesinambungan. Pendidikan tidak dibatasi oleh tempat dan jenjang waktu sekolah, pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia. Manusia memiliki dinamika kehidupan yang terus berubah, Oleh karena itu, pendidikan harus luwes dan mampu terus melakukan pencerahan baru sesuai dengan tuntutan perubahan.

Tarbiyah kulliyyah
Prinsip ini merujuk pada konsep bahwa Islam adalah pendidikan untuk semua orang dan golongan. Konsep ini sejalan dengan keuniversalan Islam. Islam tidak diperuntukkan bagi golongan, aliran, bangsa tertentu, tetapi untuk semua umat di alam semesta ini. Pendidikan, dengan demikian, harus mewadahi semua ras, kultur, budaya, dan bangsa.

Tarbiyah muhafzhah wa mujaddidah
Yakni agar model pendidikan diarahkan pada model pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai yang berdasarkan pada wahyu (Alquran) dan nilai-nilai yang dibenarkan sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu. Model pendidikan disamping memegangi kebenaran yang diyakini benarnya secara prinsip, juga memperhatikan perubahan/ perkembangan ilmu dan Konsep Pendidikan Islam 207 nilai sejalan denga perubahan ruang dan waktu. Prinsip ini mendorong agar dunia pendidikan konsisten dengan nilai kebenaran sekaligus tanggap dan merlakukan pembaruan sesuai dengan tuntutan perubahan (Mursi, 1977: 33).


Model Pembaruan Pendidikan Islam
Pola Pembaruan Pendidikan Islam
Pada pembaruan pemikiran dalam keagamaan ada semangat yang relatif sama, yakni membuka kembali pintu ijtihad dengan mengkaji pada sumber asli Alquran dan hadis. Namun, dalam pembaruan terkait dengan pengembangan pendidikan menghadapi tangtangan perkembangan ilmu pengetahuan ada perbedaan pendapat. Perbedaan sikap dan pendekatan pembaruan ini menurut Hoodbhoy ada tiga kelompok, kelompok kaum restorasionis, pendekatan ini mencoba mengembangkan model pendidikan dengan prinsip memulihkan kembali versi ideal pada masa lampau (pada zaman klasik), kaum rekonstruksionis, dengan pendekatan menafsirkan kembali keimanan untuk mendamaikan tuntutan peradaban moderen dengan tradisi Islam, dan kaum pragmatis, pendekatan yang adaptif dengan keyakinan bahwa Islam dan peradaban moderen tidak bertentangan, tanpa menguji lebih dalam masalah tersebut dengan lebih dalam (Hoodbhoy, 1992: 100-102). Paling tidak ada empat tipe orientasi idiologis yang muncul dari pendekatan pemikiran pendidikan masa moderen. Tipologi pemikiran pendidikan tersebut secara global dikelompokkan sebagai berikut.
 Konservatif-Tradisional
Pendekatan yang dipakai kelompok ini adalah apologetik. Pemikiran pendidikannya berusaha mempertahankan tradisi lama tanpa ada perubahan. Pemikir ini menolak secara bulat segala revolusi pemikiran. Secara umum gerakan ini dipelopori ulama sufi, yang mempunyai semboyan “memelihara yang lama yang baik”.

Pendekatan Modernis-Reformis
Pendekatan pemikiran ini adalah lebih adaptif rasional dalam mengaplikasikan Islam dalam kehidupan yang penuh perubahan dan dinamis. Yang menjadi tolok ukur reformasinya adalah usaha mereka dalam menciptakan ikatan-ikatan positif pemikiran Qurani dengan pemikiran modern. Menurut John O Volt, pendekatan modernis reformis, memiliki tiga tema utama pemikiran, yaitu : Kembali kepada Alquran dan hadis, Perlunya ijtihad dalam pemecahan persoalan kaum muslimin, dan penguatan kembali keotentikan dan keuniukan Alquran.


Pembaruan Pendidikan di Mesir
Beberapa pemikiran pendidikan di Mesir yang cukup memberikan inspirasi bagi pemikiran pendidikan masa berikut adalah gagasan Muh. Abduh dalam beberapa hal sebagai berikut: Pertama, Purifikasi yakni pemurnian ajaran Islam terkait maraknya bid’ah dan khurafat yang selama abad pertengahan telah masuk dalam kehidupan beragama kaum muslimin. Menurutnya seorang muslim wajib menghindarkan diri dari perbuatan syirik
Kedua, Reformasi pendidikan yang dilakukan oleh Muh. Abduh memfokuskan pada pembaruan Universitas Al-Azhar. Revormasi universitas ini tidak hanya dalam bidang kurikulum tetapi juga dalam metode pembelajaran. Usaha pembaruan Al-Azhar lain adalah dengan mendirikan Komite Perbaikan Administrasi Al-Azhar pada tahun 1895, dan telah berhasil melakukan pembaruan administrasi yang bermanfaat. Beliau juga berhasil membentuk Dewan Pimpinan Al-Azhar yang terdiri atas ulama-ulama besar dari empat mazhab, menertibkan administrasi dengan menentukan honor yang layak bagi pengajar, membangun ruang khusus Rektor, mengangkat pembantu rector, dan menata kurikulum dan lama masa belajar diperpanjang dan masa libur dipendekkan.

Pembaruan Pendidikan di India
Pemikiran pendidikan modern di India yang menonjol adalah dipelopori oleh Ahmad Khan. Dalam pemikiran pendidikannya, Ahmad Khan tertarik dengan model pendidikan di Inggris seperti Universitas Cambridge. Beliau mengusulkan kepada pemerintah agar mendirikan universitas model ini, dan diizinkan mendirikan Perguruan Tinggi Aligar. Pada perguruan inilah beliau merumuskan pendidikan yang dapat untuk memadukan pendidikan moral seperti dikonsepkan sejak awal melalui tahdzibul akhlaq, dengan model kurikulum Cambridge dan dengan pendekatan pembelajaran yang modern. Namun, dalam perjalanan pemikirannya karena kuatnya kaum ortodoks, urusan pendidikan keagamaan diserahkan kepada mereka, dan Ahmad Khan dikonsentrasikan pada pengembangan kurikulum non keagamaan. Walaupun kaum ortodoks melarang beliau memikirkan keagamaan, namun jiwa reformisnya dalam mengembangkan keagamaan terus bergelora. Di luar universitas beliau terus melanjutkan pemikirannya dengan menulis sebuah tafsir, dengan pendekatan yang ilmiah modern.
Menurutnya karena Alquran adalah firman Tuhan, dan kebenaran sains adalah nyata, maka setiap pertentangan bukanlah suatu yang sungguh-sungguh. Beliau mengusulkan penafsiran Alquran menurut metodologi berikut:
Dilakukan pendekatan terhadap manfaat, makna, dan etnologi bahasa Alquran.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ada masalah memerlukan penafsiran metaforis, dan penafsiran mana yang harus dipilih adalah kebenaran sains.
Jika arti harfiyah bertentangan dengan kesimpulan yang ditujukan maka arti ini harus ditafsirkan secara metaforis. Metodologi penafsiran ini yang mengarahkan beliau pada Konsep Pendidikan Islam 217 penafsiran teologi radikal dan pandangan yang sangat tidak konvensional mengenai masalah-masalah penting.

Pendekatan Modernis – Sekuler
Pendekatan pemikiran pendidikan kaum ini adalah identifikatif, yaitu bahwa pembaharuan pemikiran pendidikan hanya dapat dilakukan dengan cara identifikasi model pendidikan yang datang dari barat apa adanya. Sekularisasi menurut pandangan ini adalah merupakan proses yang membebaskan pendidikan dari ikatan-ikatan sakral yang berkembang di tengah masyarakat. Dengan sekularisasi inilah pendidikan akan dapat berkembang dengan bebas dan maju.
Pendekatan ini dijiwai dengan prinsip Islam sebagai agama harus dipisahkan dari hal-hal yang bersifat profan. Oleh karena itu, dalam pembaruan pendidikan hendaknya meniru dan menoleh Barat. Dengan prinsip ini obat yang mujarab untuk mengobati kemunduran Islam adalah obat yang pernah dipakai Barat.

Pendekatan Pemikiran Fundamentalis
Pendekatan pemikiran fundamentalis, adalah afirmatif, dengan tujuan untuk menguatkan keotentikan dan keorisinalan Islam. Pemikiran pendidikannya berusaha merespons tantangan modernisasi yang dilakuan Barat. Pokok pemikirannya adalah semua aspek kehidupan harus 218 Dinul Islam diislamisasikan kembali, dengan memmbersihkan, menyucikan, menyaring, dan menyegarkan kembali sesuatu yang sudah tercemar keorisinalannya.

 Pengembangan Sistem Pendidikan
  Adapun model-model pengembangan lembaga pendidikan Islam ada tiga pendekatan sebagai pola alternatif, yaitu: pendekatan sistematik (perubahan total), pendekatan suplementer (dengan menambah sejumlah paket pendidikan yang bertujuan memperluas pemahaman), dan pendekatan komplementer (dengan upaya mengubah kurikulum dengan sedikit radikal untuk disesuaikan secara terpadu). Sedangkan konsep pendidikannya adalah pendidikan integralistik dan humanistik.
  Desain pendidikan, yang sejalan dengan arah pencerahan pendidikan adalah: sekolah diupayakan untuk merekonstruksi model pendidikan yang diarahkan pada keterpaduan kurikulum, keterpaduan proses, dan keterpaduan hasil.. Demikian pula sebaliknya bagi pendidikan yang orientasinya pada pengembangan sosial dan keagamaan, hendaknya tetap mengarahkan muatan kurikulum saintek sebagai pembekalan pemahaman dasar pengetahuan untuk agar tercipta keutuhan kepribadian dan kemampuan sainsnya sebagai modal bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi.
  Desain proses yang sejalan dengan arah pendidikan pencerahan, adalah proses pendidikan yang mengoptimalkan seluruh potensi manusiawi (fisik, jiwa, akal, hati, dan ruh) agar pengetahuan yang diperoleh anak didik tidak hanya memahami dan mampu mempraktikkan semata, melainkan lebih dari itu pengetahuan diperoleh menjadikan lebih bermakna dan membimbingnya untuk mengunakan secara benar sebagai rahmatan lilalamin
  Model desain pendidikan berdasar Islam harus diarahkan sebagai berikut: Pertama, orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psikomotorik. Pendidikan lebih menitikberatkan pada keterpaduan pembentukan akhlak peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill. Kedua, pembelajaran dikembangkan pada pola student oriented agar terbentuk sikap kemandirian, tanggung jawab, kreatif, dan inovatif. Ketiga, pembelajaran diarahkan pada pembentukan kesempurnaan kepribadian yang siap menjadi khalifatullah filard, tidak direduksi sebatas transfer ilmu tanpa pendewasaan berbuat. Keempat, perlunya penguatan dan pembinaan motivasi belajar yang benar, sehingga anak akan menjadi jiwa pembelajar yang ikhlas dan konsisten. Kelima, pembelajaran mengedepankan kemampuan proses, agar anak memahami ilmu dengan benar dari akar, ranting, dan manfaat ilmu bagi kehidupan. Keenam, pembelajaran keahlian lebih detail perlu dikembangkan, agar bakat minat anak terasah dengan maksimal, dan dapat diarahkan menjadi keahlian unggulan anak yang realitasnya mempunyai potensi yang beraneka ragam, dengan tetap konsisten dengan peran dan tanggung jawab sosial dan kultural. Ketujuh, tujuan ahir pendidikan adalah untuk menciptakan generasi dapat menjadi berperan sebagai khalifah memajukan kehidupan dan sekaligus memiliki 222 Dinul Islam spiritualitas yang kokoh sebagai hamba Allah. Menjadi profesional dalam keahlian, bertanggung jawab terhadap lingkungan kehidupan dan khusuk dalam sikap.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep-konsep Pendidikan Islam

Konsep Ipteks dan Peradaban Islam