Sistem Ekonomi Islam

PENDAHULUAN
Dalam surat Luqman ayat 20 Allah Swt. menyatakan: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Allah telah memudahkan (menyediakan) bagi kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan dicukupkanNya karunia-Nya baik yang lahir maupun yang batin”
(Q.S. Luqman (31): 20).
Fundamen dari suatu sistem ekonomi, apa pun sistem ekonomi yang dianut, termasuk sistem ekonomi Islam, terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) tiap-tiap sistem ekonomi tujuannya adalah memenuhi keperluan hidup masyarakat, baik perseorangan maupun masyarakat secara keseluruham, dan (2) tiap-tiap system ekonomi bekerja menurut prinsip yang dinamakan prinsip atau motif ekonomi.
SISTEM EKONOMI ISLAM
Sistem ekonomi Islam, dengan demikian, merupakan suatu
imbangan yang harmonis antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
Menurut suatu hadis yang berasal dari Ibn Abbas r.a.
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah saw. bersabda kepada Muadz yang diutus ke negeri Yaman untuk mengajarkan Islam :
Sahabat Muadz diutus oleh Rasulullah saw. ke Yaman. Rasulullah saw. bersabda: ‘Dakwahkanlah mereka kepada ‘syahadat’ bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya saya (Muhammad saw.) Rasulullah. Kalau mereka (orang Yaman) mentaati syahadat, maka beritahukanlah mereka bahwa sesungguhnya Allah Swt. mewajibkan salat lima waktu setiap hari. Kalau mereka (orang Yaman) mentaati (salat) ajarkanlah bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan membayarkan sedekah (zakat) pada harta mereka diambil dari yang kaya di antara mereka dan diberikan kepada mereka yang miskin. Jika mereka mematuhi yang demikian dan juga engkau, (maka jagalah) supaya yang dibayarkan sebagai zakat itu adalah yang paling baik dari harta mereka. Takutlah doa si teraniaya, sebab doa mereka itu dan Allah, tidak ada penghalang (H.R. Al-Bukhari).
Hadis di atas menegaskan bahwa manusia boleh berusaha dan menikmati hasil usahanya, tetapi pada saat yang sama, ia harus ingat dan memberikan sebagian dari hartanya kepada mereka yang tidak mampu. Harta yang diberikannya pun harus diperhatikan, yaitu sesuatu yang baik dan berharga.

Hadis yang lain menyatakan tentang ketamakan dan kerakusan yang menjadi penyakit manusia. Ia selalu ingin mendapatkan jauh lebih banyak dari apa yang dapat dimakan oleh perut dan dipakai oleh badan. Padahal justru kerakusan itulah yang akan membinasakan jiwa dan masyarakat. Dari dalil di atas, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi, baik pada tataran normatif maupun aplikasinya, didasarkan pada Alquran dan Sunnah, dalam rangka menjamin terwujudnya kesejahteraan bersama.

Dasar Filosofis Ekonomi Islam
Pada tataran filsafat sistem ekonomi Islam, pola hubungan antara Allah, manusia, dan alam terlihat dengan jelas. Ekonomi Islam, dalam hal ini, memiliki sifat dasar sebagai ekonomi rabbani dan insani. Dikatakan ekonomi rabbani, karena ekonomi Islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai ilahiyah; dan dikatakan bersifat insani, karena sistem ekonomi Islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia.
Penjelasan tentang konsep tauhid, rububiyyah, khalifah, dan tazkiyah.
Konsep Tauhid
Hukum yang mengatur antara manusia dengan hambanya. Allah dalam Islam ditempatkan sebagai pemilik mutlak karena Dialah yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya dan mengaruniakannya kepada manusia (Q.S. al-Anbiya (20): 6; al-Maidah (5):120).
Konsep Rububiyyah
Dalam konsep yang kedua ini ditekankan pada fungsi manusia dalam menciptakan tatanan social dan perilaku ekonomi yang sesuai dengan ketentuan Allah. Manusia dalam perilaku ekonominya tidak dapat tidak harus menghormati seperangkat nilai dasar yang akan mempengaruhi bentuk dan substansi dari organisasi kepemilikan, pengalokasian, dan tingkah laku dari para pelaku ekonomi.

Konsep khalifah.
Posisi manusia dalam pola hubungan ini adalah sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah (2):30) yang diberi hak dan tanggung jawab mengurus dan memanfaatkannya untuk kepentingan dan kelangsungan hidupnya.
Konsep tazkiyah.
Konsep ini merupakan konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlak. Konsep ini berkaitan erat dengan aplikasi ekonomi Islam yang harus dilandaskan pada prinsip keadilan, kebajikan, kearifan, dan kesejahteraan.

Nilai-nilai dasar sistem ekonomi Islam adalah:
Pertama, Kepemilikan.
Kepemilikan oleh manusia dilihat sebagai kepemilikan yang bersifat relatif,
karena pemilik hakiki dari segala sesuatu adalah Allah Swt. (Q.S. al- Baqarah (2):107). Dengan demikian, setiap orang dalam Islam haruslah menyadari bahwa harta dan atau kekayaan yang dimilikinya bukanlah milik sepenuhnya, melainkan titipan atau amanah dari Allah.
Kedua, Keadilan.
Seorang manusia dalam kehidupannya dituntut untuk menjauhi semua praktik kezhaliman (Q.S. 42:40), baik dalam mendapatkan maupun mengelola harta atau kekayaan.
Ketiga, Persaudaraan dan Kebersamaan.
Setiap orang Islam dalam perilaku ekonominya harus menjunjung tinggi sikap kepedulian antara satu dengan lainnya, atau dengan kata lain menjunjung
tinggi nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan (Q.S. al-Hujurat (49): 10). Oleh karena itu, dalam perilaku ekonomi, seorang Muslim haruslah bisa berbuat sesuatu dengan hartanya yang akan mendorong bagi tumbuhnya rasa persaudaraan antara sesama dan tidak merusak dirinya dan orang lain (la dharara wala dhirara).









KAIDAH UMUM EKONOMI ISLAM :
Menurut Taqyuddin An-Nabhani (2009: 61-64) ada tiga kaidah umum menyangkut ekonomi Islam, yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Pertama, kepemilikan (property). Dari segi kepemilikan, bahwa Allahlah yang merupakan pemilik segala kekayaan. Allah menyatakan dalam Alquran surat an-Nur (24) ayat 33: “dan berikanlah kepada mereka, harta dari Allah yang telah Dia berikan kepada kalian”. Oleh karena itu, kakayaan adalah milik Allah semata. Namun demikian, Allah telah menyerahkan kekayaan tersebut kepada manusia untuk diatur sedemikian rupa.
Kedua, pengelolaan kepemilikan. Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak negara, karena negara adalah wakil umat. Ditegaskan oleh an-Nabhani bahwa syara telah melarang negara untuk mengeola kepemilikan umum dengan cara barter (mubadalah) atau dikapling untuk orang tertentu. Pengelolaan kepemilikan oleh negara harus berpijak pada hukum-hukum yang diperbolehkan oleh syara.
Ketiga, distribusi kekayaan. Adapun tentang cara distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan kebutuhan akan suatu pemenuhan, bisa juga menyebabkab perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka

F. PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA DALAM KONTEKS INDONESIA,
Seperti digambarkan Liky Faisal dalam makalahnya yang berjudul “Politik Ekonomi Islam dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia”, politik ekonomi Islam di Indonesia terlihat dalam bentuk “intervensi” pemerintah dalam berbagai bentuk perundang-undangan dan kebijakan. Intervensi ini bermakna positif karena bukan kooptasi terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong perkembangan ekonomi Islam.

UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) disahkan pada 7 Mei 2008. Lahirnya UU SBSN memberikan harapan di tengah APBN yang selalu defisit untuk Politik Islam dan Masyarakat Madani 363 bisa mendorong tersedianya sumber keuangan alternatif bagi negara. UU SBSN telah menjadi landasan hukum bagi pemerintah Indonesia untuk penerbitan sukuk negara guna menarik dana dari investor. Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang ke luar negeri karena mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko, dan keterlibatan aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk.

UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pada 17 Juni 2008 telah diundangkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lahirnya UU Perbankan Syariah menandai era baru perbankan Syariah berpayung hukum jelas. Dengan UU Perbankan Syariah makin memperkuat landasan hukum perbankan Syariah sehingga dapat setara dengan bank konvensional
Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah. Bukti nyata nyata dari politik ekonomi Islam yang diperankan pemerintah dalam sektor industri perbankan Syariah adalah berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) yang modal inti terbesarnya dari Bank Mandiri yang nota bene merupakan bank BUMN.

UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-Undang no. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004, ditambah Kepmen Nomor 04 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang. Sebelum itu, telah ada berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf


Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam Indonesia membentuk suatu dewan syariah yang berskala nasional yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN), berdiri pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. kep-754/MUI/II/1999. Lembaga DSN MUI ini merupakan lembaga yang memiliki otoritas kuat dalam penentuan dan penjagaan penerapan prinsip Syariah dalam operasional di lembaga keuangan Syariah, baik perbankan Syariah, asuransi Syariah dan lain-lain.

UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat. Diundangkannya UU Zakat menunjukkan politik ekonomi Islam dalam ranah keuangan publik pemerintah RI 368 Dinul Islam cukup akomodatif terhadap kebutuhan umat Islam untuk melaksanakan rukun Islam yang ke-3. Menurut Direktorat Pemberdayaan Zakat yang disampaikan dalam Lokakarya Peradaban Zakat di DIY, 7-9 April 2008 potensi zakat yang dapat dikumpulkan secara nasional mencapai 39 triliun Rupiah per tahun. Angka ini hampir sama dengan hasil kajian Rumah Zakat pada tahun 2007


UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah memberikan arah baru bagi kompetensi Peradilan Agama

KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah). Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang dikoordinir oleh Mahkamah Agung (MA) RI yang kemudian dilegalkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 02 Tahun 2008 merupakan respon terhadap perkembangan 370 Dinul Islam baru dalam kajian dan praktik ekonomi Islam di Indonesia.


Gerakan Wakaf Tunai. Gerakan nasional wakaf tunai dimotori oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Jakarta pada 8 Januari 2010, pengelolaannya diserahkan ke Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Dikeluarkannya PP Nomor 39 Tahun 2008 Asuransi syariah tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.


Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU. Direktorat Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal 372 Dinul Islam Pengelolaan Utang Departemen Keuangan RI merupakan direktorat yang melaksanakan amanah UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN, sehingga lahirnya berbagai jenis sukuk negara, di antaranya adalah sukuk ritel dan korporasi.

Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia. World Islamic Economic Forum (WIEF) atau Forum Ekonomi Negara-Negara Islam ke-5 yang diselenggarakan di Indonesia, pada 2-3 Maret 2009, dengan didukung penuh oleh pemerintah merupakan suatu bukti dukungan dan political will pemerintah terhadap pengembangan ekonomi Islam.


Penutup Prinsip-prinsip ekonomi Islam secara rinci memang tidak diatur dalam Alquran dan hadis. Namun, dengan Alquran dan hadis ini juga para ulama kemudian menjelaskan prinsip-prinsip pokok tentang ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah bagian dari muamalah Islam yang sekaligus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah Islam. Dalam perkembangan ekonomi modern sekarang ini, prinsip-prinsip ekonomi Islam mulai mendapat perhatian khusus dari para ahli ekonomi dunia, mengingat kelemahan-kelemahan yang mulai tampak dalam praksis ekonomi modern yang materialistik dan liberal, sehingga terkadang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.

Sumber: http://library.uny.ac.id/sirkulasi/index.php?p=show_detail&id=55773&keywords=Dinul+islam

Comments

  1. Listrik Gratis Akan Disetop Mulai April 2021
    Pemerintah memutuskan akan menyetop stimulus listrik gratis kepada pelanggan golongan rumah tangga, industri, dan bisnis kecil berdaya 450 VA. Penyetopan listrik gratis ini akan dimulai pada... Baca Selengkapnya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pendidikan Islam

Konsep-konsep Pendidikan Islam

Konsep Ipteks dan Peradaban Islam